Ainaro adalah salah satu dari 13 distrik administratif di Timor Leste, di bagian barat daya negara itu. Jumlah penduduk nya 53,629 orang (sensus 2004) dengan luas wilayah 797 km². Ibu kotanya adalah kota Ainaro, sebuah kota pegunungan yang kecil.
Distrik ini identik dengan distrik yang sama di masa Timor Portugis, dengan sejumlah perkecualian berikut: pada masa pendudukan Indonesia, sub-distrik Turiscai menjadi bagian dari Manufahi dari Ainaro, dan sub-distrik Hatudo sebaliknya menjadi bagian dari Ainaro.
Distrik ini berbatasan dengan distrik Aileu di sebelah utara, Manufahi di selatan, Cova-Lima di barat daya, Bobonaro di barat, dan Ermera barat laut. Sub-distrik Ainaro kini adalah Ainaro, Hatudo, Hatu Builico, dan Maubisse.
Ainaro mempunyai banyak sungai dan tanah yang subur untuk pertanian. Distrik ini mempunyai daerah pantai di Laut Timor, tetapi juga daerah bergunung-gunung, termasuk puncak tertinggi di Timor Leste, Gunung Ramelau (2.960 m), juga dikenal sebagai Tatamailau, yang terletak dekat perbatasan dengan Ermera. Secara historis, Ainaro memainkan peranan penting pada masa pendudukan Indonesia yang brutal di Timor Leste, yaitu memberikan perlindungan bagi para pasukan gerilya pemberontak yang berbasis di gunung-gunung. Bekas pemimpin gerilya dan kini Presiden Xanana Gusmão bertahun-tahun memimpin perlawanan dari Ainaro.
Selain bahasa resmi yaitu bahasa Tetum dan Portugis, sejumlah besar penduduk Ainaro berbicara bahasa Mambai, yaitu sebuah bahasa Melayu-Polinesia. Penduduk Ainaro memeluk agama Katolik, Protestan, dan Islam dan mereka hidup berdampingan dengan damai.
Sejarah timor-timur
Sejarah Timor Leste berawal dengan kedatangan orang Australoid dan Melanesia. Orang dari Portugal mulai berdagang dengan pulau Timor pada awal abad ke-16 dan menjajahnya pada pertengahan abad itu juga. Setelah terjadi beberapa bentrokan dengan Belanda, dibuat perjanjian pada 1859 di mana Portugal memberikan bagian barat pulau itu. Jepang menguasai Timor Timur dari 1942 sampai 1945, namun setelah mereka kalah dalam Perang Dunia II Portugal kembali menguasainya.
Pada tahun 1975, ketika terjadi Revolusi Bunga di Portugal dan Gubernur terakhir Portugal di Timor Leste, Lemos Pires, tidak mendapatkan jawaban dari Pemerintah Pusat di Portugal untuk mengirimkan bala bantuan ke Timor Leste yang sedang terjadi perang saudara, maka Lemos Pires memerintahkan untuk menarik tentara Portugis yang sedang bertahan di Timor Leste untuk mengevakuasi ke Pulau Kambing atau dikenal dengan Pulau Atauro. Setelah itu FRETILIN menurunkan bendera Portugal dan mendeklarasikan Timor Leste sebagai Republik Demokratik Timor Leste pada tanggal 28 November 1975. Menurut suatu laporan resmi dari PBB, selama berkuasa selama 3 bulan ketika terjadi kevakuman pemerintahan di Timor Leste antara bulan September, Oktober dan November, Fretilin melakukan pembantaian terhadap sekitar 60.000 penduduk sipil (sebagian besarnya wanita dan anak2 karena para suami mereka adalah pendukung faksi integrasi dengan Indonesia). Tak lama kemudian, kelompok pro-integrasi mendeklarasikan integrasi dengan Indonesia pada 30 November 1975 dan kemudian meminta dukungan Indonesia untuk mengambil alih Timor Leste dari kekuasaan FRETILIN yang berhaluan Komunis.
Tiga Kuburan Masal sebagai bukti pembantaian FRETILIN terhadap pendukung integrasi terdapat di Kabupaten Aileu (bagian tengah Timor Leste), masing-masing terletak di daerah Saboria, Manutane dan Aisirimoun.
Ketika pasukan Indonesia mendarat di Timor Leste pada tanggal 7 Desember 1975, FRETILIN didampingi dengan ribuan rakyat mengungsi ke daerah pegunungan untuk untuk melawan tentara Indonesia. Lebih dari 200.000 orang dari penduduk ini kemudian mati di hutan karena pemboman dari udara oleh militer Indionesia serta ada yang mati karena penyakit dan kelaparan. Banyak juga yang mati di kota setelah menyerahkan diri ke tentara Indonesia, namun Tim Palang Merah International yang menangani orang-orang ini tidak mampu menyelamatkan semuanya.
Selain terjadinya korban penduduk sipil di hutan, terjadi juga pembantaian oleh kelompok radikal FRETILIN di hutan terhadap kelompok yang lebih moderat. Sehingga banyak juga tokoh-tokoh FRETILIN yang dibunuh oleh sesama FRETILIN selama di Hutan. Semua cerita ini dikisahkan kembali oleh orang-orang seperti Francisco Xavier do Amaral, Presiden Pertama Timor Lesta yang mendeklarasikan kemerdekaan Timor Leste pada tahun 1975. Seandainya Genderal Wiranto (pada waktu itu Letnan) tidak menyelamatkan Xavier di lubang tempat dia dipenjarakan oleh FRETILIN di hutan, maka mungkin Xavier tidak bisa lagi jadi Ketua Partai ASDT di Timor Leste Sekarang.
Selain Xavier, ada juga komandan sektor FRETILIN bernama Aquiles yang dinyatakan hilang di hutan (kemungkinan besar dibunuh oleh kelompok radikal FRETILIN). Istri komandan Aquilis sekarang ada di Baucau dan masih terus menanyakan kepada para komandan FRETILIN lain yang memegang kendali di sektor Timur pada waktu itu tentang keberakaan suaminya.
Selama perang saudara di Timor Leste dalam kurun waktu 3 bulan (September-November 1975) dan selama pendudukan Indonesia selama 24 tahun (1975-1999), lebih dari 200.000 orang dinyatakan meninggal (60.000 orang secara resmi mati di tangan FRETILN menurut laporan resmi PBB). Selebihnya mati ditangan Indonesia saat dan sesudah invasi dan adapula yang mati kelaparan atau penyakit. Hasil CAVR menyatakan 183.000 mati di tangan tentara Indonesia karena keracunan bahan kimia dari bom-bom napalm, serta mortir-mortir.
Pada 30 Agustus 1999, dalam sebuah referendum yang diadakan PBB, sebagian besar rakyat Timor Timur memilih merdeka dari Indonesia. Antara waktu referendum sampai kedatangan pasukan perdamaian PBB pada akhir September 1999, kaum anti-kemerdekaan yang konon didukung Indonesia mengadakan pembantaian balasan besar-besaran, di mana sekitar 1.400 jiwa tewas dan 300.000 dipaksa mengungsi ke Timor barat. Sebagian besar infrastruktur seperti rumah, sistem irigasi, air, sekolah dan listrik hancur. Pada 20 September 1999 pasukan penjaga perdamaian International Force for East Timor (INTERFET) tiba dan mengakhiri hal ini. Pada 20 Mei 2002, Timor Timur diakui secara internasional sebagai negara merdeka dengan nama Timor Leste.
http://id.wikipedia.org/wiki/Provinsi_Timor_Timur
Daftar gubernur Timor-timur sejak portugis hingga indonesia
0 komentar:
Posting Komentar